Cerita Sangkuriang mengisahkan Sangkuriang dan Ibunya Dayang Sumbing
Pada zaman dahulu, di
Jawa Barat hiduplah seorang putri raja yang bernama Dayang Sumbi. Setelah
bertahun-tahun tinggal di istana, Dayang Sumbi memutuskan untuk hidup di desa.
Ia ditemani seorang anjing bernama si Tumang.
Tumang sebenarnya adalah seorang pangeran dari kayangan yang
dikutuk Dewa menjadi anjing. Saat Dayang Sumbi sedang menenun kain, tiba-tiba
alat pintalnya terjauh. Karena malas mengambil, Dayang Sumbi berkata “Siapa
yang mau mengambilkan alat pintalku, jika perempuan akan kujadikan adikku. Jika
laki-laki akan kujadikan suamiku!”
Si Tumang yang mendengar hal tersebut langsung mengambil alat
pintal tersebut. Betapa terkejutnya Dayang Sumbi saat anjing tersebut
menyerahkan alat pintalnya. Namun ia tidak mengelak dari janjinya.
Akhirnya Dayang Sumbi menikah dengan si Tumang yang dapat
berubah wujud menjadi manusia. Beberapa tahun kemudian mereka dikaruniai
seorang anak laki-laki bernama Sangkuriang.
Sangkuriang gemar berburu dan selalu ditemani Tumang, anjing
kesayangan istana
Sangkuriang sangat
gemar berburu di dalam hutan. Setiap berburu, ia selalu ditemani oleh anjing
kesayangannya, si Tumang. Suatu hari Dayang Sumbi ingin sekali makan hati rusa.
Ia lantas menyuruh Sangkuriang mencarikannya untuk berburu rusa dan mengambil
hatinya. Akhirnya dengan ditemani si Tumang, Sangkuriang pergi berburu ke
hutan.
Namun setelah seharian berjalan di hutan, ia tak juga menemukan
rusa. Karena putus asa dan hari mulai gelap, terbesit di pikiran Sangkuriang
untuk mengganti hati rusa tersebut dengan hati si Tumang. Lalu dipanahnya si
Tumang dan diambil hatinya. Sangkuriang pun pulang ke rumah. Sejatinya
Sangkuriang tidak tahu kalau anjing itu adalah ayah kandungnya.
Dayang Sumbing marah dan Sangkuriang pergi dari rumah
Sesampainya di rumah
ia langsung menyerahkan hati itu pada ibunya. Dayang Sumbi langsung memasak dan
memakannya. Setelah itu ia bertanya, di mana si Tumang? Sangkuriang
menjelaskan, bahwa yang dimakan ibunya itu adalah hati si Tumang.
Betapa marahnya Dayang Sumbi mendengar hal tersebut. Ia kemudian
memukul kepala Sangkuriang hingga terluka. Dengan perasaan sedih, Sangkuriang
pergi meninggalkan ibunya. Bertahun-tahun ia mengembara berusaha melupakan
kemarahan ibunya dengan menimba berbagai ilmu kesaktian.
Sangkuriang tumbuh menjadi dewasa dan kembali ke desa
Sangkurang kemudian
tumbuh menjadi pemuda dewasa, setelah menimba ilmu kesaktian ia memutuskan
untuk kembali. Sesampainya di sana, ia sangat terkejut karena desanya
sudah berubah total. Saat sedang berjalan-jalan tak sengaja Sangkuriang bertemu
dengan wanita cantik di tepi telaga. Karena terpesona dengan kecantikan wanita
tersebut, Sangkuriang langsung melamarnya.
Lamaran Sangkuriang langsung diterima oleh wanita cantik itu.
Ternyata wanita itu tidak lain ternyata adalah ibunya sendiri yang oleh Dewa
dikaruniai wajah awet muda. Mereka sama-sama jatuh cinta dan berniat akan
menikah dalam waktu dekat.
Dayang Sumbi berencana menikah dan ternyata calon suaminya
adalah anaknya sendiri, Sangkuriang
Suatu hari Sangkuriang
meminta izin kepada calon istrinya itu untuk berburu di hutan. Sebelum
berangkat, ia meminta Dayang Sumbi untuk mengencangkan dan merapikan ikan
kepalanya.
Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi, karena pada saat ia merapikan
ikat kepala Sangkuriang, ia melihat ada bekas luka. Ia mengenali bekas luka
itu, “Kakanda, mengapa ada bekas luka di kepalamu?” tanya Dayang Sumbi.
“Oh, bekas luka ini aku dapatkan dari ibuku. Ia memukul kepalaku
dengan sendok nasi.”
“Mengapa beliau memukul Kakanda? Apa yang telah Kakanda lakukan
hingga membuatnya marah?”
“Aku telah membunuh anjing kesayanganku dan menyerahkan hatinya
untuk dimana ibuku. Ia memintaku untuk dicarikan hati rusa, namun aku tidak
mendapatkan satupun rusa saat berburu di hutan.”
Mendengar jawaban tersebut, Dayang Sumbi semakin yakin kalau
pemuda gagah tersebut adalah anaknya Sangkuriang yang dulu telah pergi
meninggalkan rumah.
“Kau adalah anakku, dan aku ibumu. Tak mungkin kita
menikah.”
Sangkuriang tidak percaya mendengar hal tersebut. Ia bersikukuh
tetap ingin mengawini Dayang Sumbi karena sudah terlanjur jatuh cinta.
Dayang Sumbing mengajukan syarat pernikahan yang berat
Untuk membatalkan niat
Sangkuriang, Dayang Sumbi lantas meminta syarat. Ia mau dinikahi asal
Sangkuriang mampu membuatkan telaga besar dan perahu di atas bukti dalam waktu
semalam. Jika Sangkuriang gagal memenuhi syarat tersebut maka pernikahan itu
akan dibatalkan. Melalui kesaktiannya dan dibantu ribuan jin, Sangkuriang
memenuhi permintaan itu.
Sementara di sisi lain, Dayang Sumbi diam-diam mengintip hasil
kerja dari Sangkuriang. Betapa terkejutnya ia, karena Sangkuriang hampir
menyelesaikan semua syarat yang ia berikan sebelum fajar.
Sangkuriang marah hingga membalik perahu buatannya
Dayang Sumbi lantas
meminta bantuan masyarakat sekitar untuk menggelar kain sutra bewarna merah di
sebelah timur kota. Ketika melihat warna memerah di timur kota, Sangkuriang
mengira kalau hari sudah menjelang pagi. Ia langsung menghentikan pekerjaan dan
merasa tidak dapat memenuhi syarat yang diajukan oleh Dayang Sumbi.
Sangkuriang merasa jengkel dan marah. Ia lalu menjebol bendungan
yang sudah ia buat dan terjadilah banjir yang merendam seluruh kota.
Sangkuriang juga menendang perahu yang telah dibuatnya.
Akhir cerita Sangkuriang
Perahu yang ditendang
oleh Sangkuriang lantas melayang dan jatuh tertelungkup. Perahu tersebut
menutup telaga yang belum selesai dibuat oleh Sangkuriang. Konon ceritanya
perahu yang ditendang oleh Sangkuriang berubah menjadi sebuah gunung besar yang
kini dikenal dengan nama Tangkuban Perahu.
Kesimpulan dari cerita legenda rakyat Jawa Barat,
Sangkuriang
Begitulah cerita
lengkap mengenai Sangkuriang dan Dayang Sumbi. Keduanya adalah ibu dan anak
yang tinggal di sebuah desa bersama seekor anjing bernama si Tumang.
Sangkuriang yang gemar berburu, suatu hari diminta ibunya untuk mencari hati.
Namun Sangkuriang tak kunjung mendapatkan rusa setelah seharian berada di dalam
hutan. Akhirnya ia memutuskan untuk mengganti hati rusa dengan hati si
Tumang.
Hati si Tumang ia berikan kepada Dayang Sumbi. Terkejutlah
Dayang Sumbi ketika Sangkuriang mengaku bahwa hati yang dimakan ibunya tersebut
adalah hati si Tumang yang sebenarnya ayah kandung Sangkuriang.
Merasa murka, Dayang Sumbi lantas memukul kepala Sangkuriang dan
membuat anaknya pergi meninggalkan rumah. Bertahun-tahun mereka terpisah hingga
Sangkuriang tumbuh menjadi pemuda gagah. Ia secara tidak sengaja bertemu
kembali dengan Dayang Sumbi. Sayangnya Sangkuriang tidak mengenali ibunya yang
awet muda tersebut. Sangkuriang malah jatuh hati dan melamar Dayang
Sumbi.
Dayang Sumbi awalnya menerima pinangan Sangkuriang sampai
akhirnya ia mengetahui kebenaran bahwa pemuda gagah tersebut adalah anaknya
yang bertahun-tahun lalu pergi meninggalkan rumah.
Meski sudah diberi tahu oleh Dayang Sumbi bahwa ia adalah
ibunya, namun Sangkuriang tetap bersikukuh ingin menikahinya. Dayang Sumbi
kemudian mengajukan satu syarat yaitu membuat sebuah telaga besar di atas bukit
beserta dengan perahunya. Sangkuriang menyanggupi hal tersebut dan dibantu oleh
para jin untuk memenuhi syarat tersebut.
Dayang Sumbi yang hendak menggagalkan rencana tersebut akhirnya
berusaha membuat suasana fajar dengan membentangkan kain merah di ujung kota.
Sangkuriang yang mengira hari sudah beranjak pagi merasa kesal karena
permintaan Dayang Sumbi belum sepenuhnya selesai akhirnya menendang perahu
buatannya hingga terbalik. Itulah cerita legenda terbentuknya Gunung Tangkuban
Perahu yang berkembang di masyarakat.
Melalui kisah Sangkuriang dan Dayang Sumbi tersebut semoga Bunda
dapat memetik pesan moral yang baik untuk diajarkan kepada anak-anak.
Pesan moral dari kisah dongeng legenda Sangkuriang
Cerita Sangkuriang dan
asal-usul Tangkuban perahu memberikan beberapa pesan moral. Dongeng ini
mengajarkan bahwa bersikaplah jujur karena jika berbohong seperti yang
dilakukan oleh Sangkuriang kepada ibunya mengakibatkan hubungan keduanya
menjadi tidak baik dan merusak kepercayaan.
Namun di sisi lain, ketika Si Kecil melakukan kesalahan, Bunda
dan Ayahnya hendaknya menghukum anak dengan sewajarnya. Apabila Bunda merasa
jengkel atau marah kepada anak, lebih baik Bunda menjauh dari jangkauan Si
Kecil sampai amarah tersebut reda. Barulah sampaikan dengan bijak apa
yang membuat Bunda kepada Si Kecil.
Jika anak berbuat salah, beritahukan apa kesalahan mereka dan
peringatkan tegas agar mereka tidak mengulangi perbuatan salah tersebut.
Janganlah sekali-sekali menggunakan kekerasan untuk memperingati atau bahkan
menghukum anak supaya mereka tidak trauma. Apalagi jika kekerasan yang
menimbulkan luka fisik seperti yang diterima oleh Sangkuriang akibat kemarahan
Dayang Sumbi.
Hal tersebut akan mengakibatkan hubungan Bunda dan Ayah sebagai
orang tua dengan Si Kecil semakin memburuk. Ingat Bunda, amarah bisa saja
hilang kapan saja, namun trauma yang dialami anak-anak belum tentu hilang dan
berujung pada dampak yang lebih parah.
Unsur-unsur intrinsik dari kisah Sangkuriang
Selain pesan moral,
berikut penjabaran unsur-unsur intrinsik berdasarkan kisah Sangkuriang di atas:
1. Tokoh dan Penokohan kisah Sangkuriang
·
Dayang Sumbi: baik dan penyayang
·
Sangkuriang: sakti, tidak jujur, dan nakal
·
Si Tumang: baik hati dan tulus
2. Alur cerita Sangkuriang
Alur maju.
3. Latar cerita Sangkuriang
·
Latar tempat: rumah Dayang Sumbi, hutan, tepi telaga, timur
kota, dan atas bukit
·
Latar waktu: siang dan malam hari
4. Sudut Pandang
Orang ketiga.
5. Tema
anak yang durhaka.
No comments:
Post a Comment