BIOGRAFI DEWI SARTIKA
BIODATA :
Dewi
Sartika lahir di Cicalengka, Bandung, Jawa Barat pada tanggal 4 Desember 1884.
Ayahnya bernama Raden Somanagara adalah seorang pejuang kemerdekaan. Terakhir,
sang ayah dihukum buang ke Pulau Ternate oleh Pemerintah Hindia Belanda hingga
meninggal dunia di sana. Ibunya bernama Nyi Raden Ayu Rajapermas.
BIOGRAFI DEWI SARTIKA
Meski
melanggar adat saat itu, orang tuanya bersikukuh menyekolahkan Dewi Sartika, ke
sekolah Belanda pula. Sepeninggal ayahnya, Dewi Sartika dirawat oleh pamannya
(kakak ibunya) yang berkedudukan sebagai patih di Cicalengka.
Dari
pamannya, beliau mendapatkan didikan mengenai kesundaan, sedangkan wawasan
kebudayaan Barat diperolehnya dari berkat didikan seorang nyonya Asisten
Residen bangsa Belanda.
Pendidikan Dewi Sartika
Sejak
kecil, Dewi Sartika sudah menunjukkan bakat pendidik dan kegigihan untuk meraih
kemajuan. Sambil bermain di belakang gedung kepatihan, beliau sering
memperagakan praktik di sekolah, mengajari baca-tulis, dan bahasa Belanda,
kepada anak-anak pembantu di kepatihan.
Papan
bilik kandang kereta, arang, dan pecahan genting dijadikannya alat bantu
belajar. Raden Dewi Sartika yang mengikuti pendidikan Sekolah Dasar di
Cicalengka, sejak kecil memang sudah menunjukkan minatnya di bidang pendidikan.
Dikatakan demikian karena sejak anak-anak ia
sudah senang memerankan perilaku seorang guru. Sebagai contoh, sebagaimana
layaknya anak-anak, biasanya sepulang sekolah, Dewi kecil selalu bermain
sekolah-sekolahan dengan teman-teman anak perempuan sebayanya, ketika itu ia
sangat senang berperan sebagai guru.
Waktu itu Dewi Sartika baru berumur sekitar
sepuluh tahun, ketika Cicalengka digemparkan oleh kemampuan baca-tulis dan
beberapa patah kata dalam bahasa Belanda yang ditunjukkan oleh anak-anak
pembantu kepatihan.
Gempar, karena di waktu itu belum banyak
anak-anak (apalagi anak rakyat jelata) memiliki kemampuan seperti itu, dan
diajarkan oleh seorang anak perempuan.
Berpikir agar anak-anak perempuan di sekitarnya
bisa memperoleh kesempatan menuntut ilmu pengetahuan, maka ia berjuang
mendirikan sekolah di Bandung, Jawa Barat. Ketika itu, ia sudah tinggal di
Bandung.
Dewi Sartika Mendirikan Sekolah Isteri
Perjuangannya tidak sia-sia, dengan bantuan
R.A.A.Martanegara, kakeknya, dan Den Hamer yang menjabat Inspektur Kantor
Pengajaran ketika itu, maka pada tahun 1904 Dewi Sartika berhasil mendirikan
sebuah sekolah yang dinamainya “Sekolah Isteri”.
Sekolah tersebut hanya dua kelas sehingga tidak
cukup untuk menampung semua aktivitas sekolah. Maka untuk ruangan belajar, ia
harus meminjam sebagian ruangan Kepatihan Bandung.
Awalnya, muridnya hanya dua puluh orang.
Murid-murid yang hanya wanita itu diajar berhitung, membaca, menulis, menjahit,
merenda, menyulam dan pelajaran agama.
Sekolah Istri tersebut terus mendapat perhatian
positif dari masyarakat. Murid- murid bertambah banyak, bahkan ruangan
Kepatihan Bandung yang dipinjam sebelumnya juga tidak cukup lagi menampung
murid-murid.
Sekolah keutamaan Isteri Dewi Sartika
Untuk mengatasinya, Sekolah Isteri pun kemudian
dipindahkan ke tempat yang lebih luas. Seiring perjalanan waktu, enam tahun
sejak didirikan, pada tahun 1910, nama Sekolah Istri sedikit diperbarui menjadi
Sekolah Keutamaan Isteri. Perubahan bukan cuma pada nama saja, tapi mata pelajaran
juga bertambah.
Ia berusaha keras mendidik anak-anak gadis agar
kelak bisa menjadi ibu rumah tangga yang baik, bisa berdiri sendiri, luwes, dan
terampil. Maka untuk itu, pelajaran yang berhubungan dengan pembinaan rumah
tangga banyak diberikannya.
Untuk menutupi biaya operasional sekolah, ia
membanting tulang mencari dana. Semua jerih payahnya itu tidak dirasakannya
jadi beban, tapi berganti menjadi kepuasan batin karena telah berhasil mendidik
kaumnya.
Salah satu yang menambah semangatnya adalah dorongan
dari berbagai pihak terutama dari Raden Kanduruan Agah Suriawinata, suaminya,
yang telah banyak membantunya mewujudkan perjuangannya, baik tenaga maupun
pemikiran.
Pada tahun-tahun berikutnya di beberapa wilayah
Pasundan bermunculan beberapa Sakola Istri, terutama yang dikelola oleh
perempuan-perempuan Sunda yang memiliki cita-cita yang sama dengan Dewi
Sartika.
Dalam biografi Dwwi Sartika diketahui bahwa pada
tahun 1912 sudah berdiri sembilan Sakola Istri di kota-kota kabupaten (setengah
dari seluruh kota kabupaten se-Pasundan). Memasuki usia ke-sepuluh, tahun 1914,
nama sekolahnya diganti menjadi Sakola Kautamaan Istri (Sekolah Keutamaan
Perempuan).
Kota-kota kabupaten wilayah Pasundan yang belum
memiliki Sakola Kautamaan Istri tinggal tiga/empat, semangat ini menyeberang ke
Bukittinggi, di mana Sakola Kautamaan Istri didirikan oleh Encik Rama Saleh.
Seluruh wilayah Pasundan lengkap memiliki Sakola
Kautamaan Istri di tiap kota kabupatennya pada tahun 1920, ditambah beberapa
yang berdiri di kota kewedanaan. Bulan September 1929, Dewi Sartika mengadakan
peringatan pendirian sekolahnya yang telah berumur 25 tahun.
Penghargaan Dari Pemerintah Hindia Belanda
Sekolah ini kemudian berganti nama menjadi
“Sakola Raden Déwi”. Atas jasanya dalam bidang ini, Dewi Sartika dianugerahi
bintang jasa oleh pemerintah Hindia-Belanda.
Dalam
biografi Dewi Sartika diketahui bahwa, Pada tahun 1906, Dewi Sartika menikah
dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata, seseorang yang memiliki visi dan
cita-cita yang sama, guru di Sekolah Karang Pamulang, yang pada waktu itu
merupakan Sekolah Latihan Guru.
Dewi Sartika Wafat
Dewi Sartika meninggal 11 September 1947 di
Tasikmalaya, dan dimakamkan dengan suatu upacara pemakaman sederhana di
pemakaman Cigagadon-Desa Rahayu Kecamatan Cineam. Tiga tahun kemudian
dimakamkan kembali di kompleks Pemakaman Bupati Bandung di Jalan Karang Anyar,
Bandung.
Prestasi Dewi Sartika dalam memajukan pendidikan
untuk kaum pribumi khususnya untuk kaum perempuan membuat pemerintah Indonesia
menganugerahkan Dewi Sartika sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1966.
Keteladanan Perjuangan Dewi Sartika
Kata bijak diatas sangat tepat menjadi panduan
semua bangsa yang hendak menobatkan seseorang sebagai penerima gelar kehormatan
‘pahlawan’ di negaranya. Terlepas dari bentuk atau cara perjuangannya, seorang
pahlawan pasti telah berbuat sesuatu yang heroik untuk bangsanya sesuai kondisi
zamannya. Demikian halnya dengan Raden Dewi Sartika.
Jika pahlawan lain melakukan perjuangan untuk
bangsanya melalui perang frontal seperti angkat senjata, Dewi Sartika memilih
perjuangan melalui pendidikan, yakni dengan mendirikan sekolah. Berbagai
tantangan, khususnya di bidang pendanaan operasional sekolah yang didirikannya
sering dihadapinya.
Namun berkat kegigihan dan ketulusan hatinya
untuk membangun masyarakat negerinya, sekolah yang didirikannya sebagai sarana
pendidikan kaum wanita bisa berdiri terus, bahkan menjadi panutan di daerah
lainnya.
---oooOooo---
Juga Tersedia juga Biografi Pahlawan Nasional lainnya :
- BIOGRAFI DAN BIODATA - CUT NYAK DIEN
- BIOGRAFI DAN BIODATA - JENDRAL SUDIRMAN
- BIOGRAFI DAN BIODATA - R.A. KARTINI
- BIOGRAFI DAN BIODATA - DEWI SARTIKA
- BIOGRAFI DAN BIODATA - KI HAJAR DEWANTARA
- BIOGRAFI DAN BIODATA - KH AHMAD DAHLAN
- BIOGRAFI DAN BIODATA - MOH. HATTA
- BIOGRAFI DAN BIODATA - MOH. YAMIN
- BIOGRAFI DAN BIODATA - PANGERAN DIPONEGORO
- BIOGRAFI DAN BIODATA - TUANKU IMAM BONJOL
- BIOGRAFI DAN BIODATA - Ir. SOEKARNO
- BIOGRAFI DAN BIODATA - TEUKU UMAR
- BIOGRAFI DAN BIODATA - TOKOH TIGA SERANGKAI
- BIOGRAFI DAN BIODATA - WR. SUPRATMAN
No comments:
Post a Comment