PELANGI PUTIH ABU-ABU
Sebuah keniscayaan yang hampir
luput dari pandangan. Ia ada, bahkan hadir disetiap detik kehidupan yang pernah
kita lalui. Percaya atau tidak bagian terhebat dalam hidup seseorang adalah
ketika ia selalu memiliki sebuah asa yang membawa secercah harapan tanpa henti.
Terkadang mekera menamainya senja.
Inilah cerita kesaksian
anak pertiwi yang dibesarkan pada sebuah kampung pedalaman. Saat dimana
anak pertiwi ini tidak pernah merasakan seperti apa itu belajar ditengah
kemajuan, jangankan maju, dari kata layak saja mungkin sangat jauh.
Seorang anak muda Bernama
Ardi sedang duduk merenung di tepi laut di sebelah rumah tempat ia tinggal.
Senja yang menyinari memberikan sedikit kehangatan semu diantara sepoi-sepoi
angin pantai. Ia seperti ingin meluapkan amarahnya namun ia begitu bingung
kepada siapa ia harus melampiaskanya.
Ardi
: Bagaimana jadinya anak pertiwi seperti diriku ini? Generasi penerus ini
pertiwi? Bahkan saat ini pun, tidak pernah ada yang mengerti bagaimana
perasaanku. (Nada tinggi dan lantang)
Saat Ardi sedang
meratapi bagaimana nasibnya, ibunya datang menghampiri. Dengan bertopang pada
tongkat, sang ibu sembari memberinya nasihat.
Ardi
: Ibu, apakah ibu kemari karena mendengar teriakanku?
Ibu
: ia, nak. Ibu mendengarkan keluh kesah mu. Maafkan ibu.
Ardi
: Ibu, ibu tidak perlu minta maaf. Seharusnya akulah yang meminta maaf karena
sudah membuat ibu khawatir. Tapi bu, ada yang ingin aku sampaikan.
Ibu
: apa nak, ceritalah pada ibu.
Ardi
: apakah ibu tidak ingin kita pindah ke kota, ketempat dulu saat aku kecil,
dimana saat ayah ada disampingku. Dimana saat itu juga aku bisa bersekolah ibu,
mengenyam Pendidikan yang layak. Aku ingin sekolah bu?
Ibu
: nak, ibu mengerti apa yang tengah kau rasakan. Pertiwi ini menangis saat
melihatmu seperti ini. Tapi kau harus tahu, bukan hanya pertiwi yang menangis,
tetapi juga ibumu ikut menangis. Bahkan tangisan ibu sampai tidak bisa lagi
membuat pipi ini basah. Anakku, belajarlah menjadi lebih kuat.
Ardi
: tapi, bu. Akankah aku harus seperti ini terus,
sampai kapan, bu? Sampai kapan aku tidak bisa bersekolah? Hanya karena aku
tidak punya ayah yang mencari nafkah dan sekarang aku harus menjadi tulang
punggung keluarga serta merawat ibu? Apakah ini adil, bu? (Dengan nada yang
sedikit menekan)
Sejenak ibu menarik nafas
panjang, ibu berusaha menenangkan Ardi dan menghiburnya. Dengan lembut ibu
menjelaskan perlahan.
Ibu
: anakku, dihadapan kita saat ini, seluas mata memandang lautan, seakan tak
bertepi. Tetapi kau harus tahu, anakku. Di dunia ini bukan lautan yang paling
luas, ataupun samudra, namun pemikiran yang sehat akan menjadikan lebih dari
pada itu. Dan kau harus yakin bahwa aka nada hari dimana bulan dan bintang akan
bertemu, adalah dimana ketika waktu tidak bisa lagi berkata pada suasana yang
gemuruh. Matahari pun tidak lagi mampu menahan tangisnya, inilah sepi dimana
diri akan diuji dengan keteguhan hati yang terjal.
Mendengar nasihat ibunya
yang begitu mendalam, Ardi sedikit menemukan sebuah makna tentang kebebasan
yang sebelumnya terbelenggu oleh kehampaan dan keputus asaan.
Pertiwi ini menangis
kembali serta akan membasahai bumi beserta isinya, yang akan menyadarkan segala
hal yang sudah kaku dan larut dalam kenangan yang pahit, menjadi sirna dan
bergerak maju, seolah dinding kehidupan akan runtuh.
Ardi
: Mungkin benar kata-kata mu, ibu, tidak ada yang perlu aku khawatirkan tentang
masa depan. Sekolah atau tidak aku tidak akan pernah kehilanganmu lagi pertiwi.
Senja semakin tenggelam
dan larut dalam kegelapan malam. Seperti cerita kelam yang pernah dilalui Ardi
dan Keluarganya. Namu kegelapan ini cepat ataupun lambat telah berlalu.
Keesokan hari, Ardi sudah bersiap dengan pancingnya. Ia
pergi mencari ikan dan kemudian akan ia jual di pasar untuk menafkahi dirinya
dan Ibunya yang sakit. Karena ayahnya yang telah meninggal beberapa tahun lalu
dan ibunya kini yang sedang sakit, sehingga dengan terpaksa ia harus putus
sekolah dikelas 2 SMA pada tahun ini. Namun, sebetulnya Ardi masih memiliki
seorang Kakak yang entah tidak tahu dimana keberadaanya.
Ibu
: Nak, jangan pulang terlalu larut. Ibu menunggu mu pulang.
Ardi
: Baiklah bu, ibu tenang saja di rumah. Doakan supaya hari ini Ardi bisa
mendapatkan pancingan yang banyak. Agar bisa membawa ibu berobat ke kota. Aku
berangkat dulu bu, jangan khawatir. (sambil bergegas, Ardi mulai meninggalkan
ibu untuk pergi memancing).
Disaat kesendirian, ibu
duduk sambil merenung. Seolah angin pantai sedang berbicara padanya,
seakan-akan seperti dalam sebuah negeri dongen. Pandanganya mulai bimbang
karena linangan airmata. Ibu teringat kepada sang kakak yang sudah hampir
2 tahun tidak pulang dan tidak pernah memberi kabar. Perasaan rindu seorang ibu
kepada anaknya begitu mendalam dan tak bisa tertahankan.
Ibu
: Kalau saja, waktu bisa Kembali,
mungkin anakku tidak akan seperti ini. Semuanya terjadi begitu cepat, apakah
aku akan mampu mendidiknya menjadi seorang yang sukses. Sangat berat rasanya,
seakan ini tidak nyata terjadi menimpa keluarga ku.
Anakku, dimana kah kau
berada? Adikmu selalu menemani ibu disaat susah dan senang, kini adikmu telah
menjadi seorang yang dewasa. Ibu hanya berhadap engkau dapat Kembali, dan ibu
berharap sang maha pencipta mendengar doa-doa ibu. (ibu masuk ke dalam rumah).
Kondisi ibu semakin
menjadi sedih, namun demikian. Doa seorang ibu adalah doa yang tulus, lebih
tulus dari apapu, dan kasih sayangnya lebih lembut dari siapapun.
Kakak :
(diam-diam datang menghampiri dengan membawa sebuah kotak berisikan sesuatu,
kemudian kakak pergi begitu saja)
Tidak terasa, waktu
sehari telah berlalu, sorepun tiba. Terlihat senja mulai terbenam di ufuk barat.
Dari kejauhan, Ardi Kembali dengan senangnya karena membawa banyak ikan hasil
pancingan hari ini. Disamping itu, ia juga melihat sebuah kotak yang tergeletak
di depan pintu rumahnya. Dengan penasaran iapun bergegas untuk melihat apa isi
kotak tersebut.
Ardi
: (membuka kotak yang didalamnya terdapat surat dan barang berharga)
Isi surat tersebut :
Untuk ibukku dan adikku
Ardi,
Ibu, dengan surat ini,
biarkanlah aku menyampaikan semua isi hatiku.
Terimakasih ibu, karena
sudah melahirkan k uke dunia ini. Karenamu aku bisa melihat indahnya Pelangi,
karenamu aku bisa mengerti arti kasih sayang. Namun ibu, semenjak kepergian
Ayah, aku rapun ibu. Aku tidak mampu untuk menerimanya. Aku hanya ingin
menenangkan pikiranku sejenak ibu. Aku tidak bermaksud untuk lari ataupun pergi
dari kalian keluargaku.
Tapi untuk saat ini,
izinkanlah aku berkelanan sejauh mungkin. Aku berharap, suatu saat kita akan
bertemu Kembali ibu, sampai jumpa ibu.
Teruntuk adikku, Ardi.
Maafkan kakak yang sudah
pergi terlalu lama. Kakak paham dengan kesulitan dan keadaan yang tengah kita
hadapi saat ini. Tapi yakinlah, keadaan ini menjadikanmu manusia yang lebih
dewasa, suatu saat kakak yankin kau akan menjadi orang yang sukses, bahkan
lebih baik daripada kakakmu ini.
Tidak banyak yang bisa
kaka berikan, kaka haya meninggalkan beberapa uang yang telah kakak kumpulkan
selama ini untuk kebutuhan hidup mu Bersama ibu. Gunakanlah sebaik mungkin
untuk melanjutkan sekolahmu.
Dan
Titip ibu, untuk kakamu.
Salam hangat, tertanda
Bolu.
Begitulah akhir
kisah ini, Akhirnya Ardi bisa mengenyam Pendidikan Kembali berkat uang
pemberian kakanya. Harapan yang dulu sempat gemerlap, kini mulai cerah Kembali,
senyuman demi senyuman menghiasai hari-hari Ardi. Meski demikian, ibu masih
merindukan sang kakak yang sampai saat ini pergi entah kemana. Pulang pun tidak
menampakkan dirinya. Walau demikian, Pelangi putih abu-abu dapat terlihat
Kembali setelah hujan berhenti.
Naskah Drama 8 Orang "BAYANGAN DI MALAM GELAP"
Naskah Drama 8 Orang "SITI NURBAYA" (Cerita Rakyat)
Naskah Drama 7 Orang "MISTERI KAKEK WIDODO"
Naskah Drama 6 Orang "MISTERI PENGINAPAN 66"
Naskah Drama 6 Orang "LEGENDA POHON BERINGIN"
Naskah Drama 6 Orang "KISAH TELAGA WARNA"
Naskah Drama 6 Orang "MISTERI PENCURI BUKU"
Naskah Drama 3 Orang "PELANGI PUTIH ABU"
Naskah Drama 7 Orang "KARMA SEORANG TEMAN"
Naskah Drama Humor 2 Orang "BECAK DILARANG MASUK !"
Naskah Drama 7 Orang "CERMIN KEHIDUPAN REMAJA"
Naskah Drama 12 Babak "AKU DAN KEHIDUPANKU"
No comments:
Post a Comment