NABI
AYUB. AS
Nabi
Ayub AS adalah putra Ish bin Ishak bin Ibrahim. Nabi Ayub adalah seorang yang
kaya raya. Istrinya banyak, anaknya banyak, hartanya melimpah ruah dan
ternak-ternaknya tak terbilang jumlahnya. Ia hidup makmur dan sejahtera. Walau demikian
ia tetap tekun beribadah, segala nikmat dan kesenangan yang dikaruniakan
kepadanya tak sampai melupakannya kepada Allah. Ia gemar berbuat kebajikan,
suka menolong orang yang menderita terlebih dari golongan fakir miskin.
COBAAN SILIH BERGANTI
Para
Malaikat di langit terkagum-kagum dan sama membicarakan ketaatan Ayub dan
keikhlasannya dalam beribadah kepada Allah.
Iblis
yang mendengar pembicaraan itu merasa iri dan ingin menjerumuskan Ayub agar
menjadi orang yang tidak sabar dan celaka.
Pertama
Iblis mencoba sendiri menggoda Nabi Ayub agar tersesat dan tak mau bersyukur
kepada Allah. Namun ia gagal. Nabi Ayub tak tergoyahkan.
Iblis
kemudian menghadap Allah. Minta izin untuk menggoda Nabi Ayub : Wahai Tuhan,
sesungguhnya Ayub yang senantiasa patuh dan berbakti menyembah-Mu, senantiasa
memuji-Mu, tak lain hanyalah karena takut kehilangan kenikmatan yang telah
Engkau berikan kepadanya. Semua ibadah tidak ikhlas dan bukan karena cinta dan
taat kepada-Mu. Andaikata ia terkena musibah dan kehilangan harta benda,
anak-anak dan istrinya belum tentu ia akan taat dan tetap ikhlas menyembah-Mu.
Allah
berfirman kepada Iblis : “Sesungguhnya Ayub adalah hambaKu yang sangat taat
kepada-Ku, ia seorang mu’min yang sejati. Apa yang ia lakukan untuk mendekatkn
diri kepada-Ku adalah semata-mata didorong iman yang teguh kuat dan taat yang
bulat kepada-Ku. Iman dan takwanya takkan tergoyah oleh perubahan keadaan
duniawi. Cintanya kepada-Ku dan kebajikannya tidak akan menurun dan menjadi
berkurang walau ditimpa musibah apapun yang melanda dirinya dan hartanya. Ia
yakin bahwa apa yang ia miliki adalah pemberian-Ku yang sewaktu-waktu dapat aku
cabut daripadanya atau menjadikannya berlipat ganda. Ia bersih dari segala
tuduhan dan prasangkamu. Engkau tidak rela melihat hamba-hamba-Ku anak cucu
Adam berada di atas jalan yang lurus. Untuk menguji keteguhan hati Ayub dan
keyakinannya pada takdir-Ku. Kuizinkan kau menggoda dan memalingkannya dari-Ku.
Kerahkanlah pembantu-pembantumu untuk menggoda Ayub melalui harta dan
keluarganya. Cerai beraikanlah keluarganya yang rukun damai sejahtera itu.
Lihatlah sampai di mana kemampuanmu untuk menyesatkan hamba-Ku, Ayub itu.
Demikianlah
, iblis dan para pembantunya kemudian mulai menyerbu keimanan Ayub. Mula-mula
mereka membinasakan hewan ternak peliharaann Nabi Ayub. Satu persatu
hewan-hewan itu mati bergelimpangan disusul lumbung-lumbung gandum dan lahan
pertanian Nabi Ayub terbakar dan musnah.
Iblis
mengira usahanya menggoyahkan iman Nabi Ayub yang sangat menyayangi
putra-putranya itu, namun mereka kecewa. Nabi Ayub tetap berserah diri kepada
Allah. Nabi Ayub bersedih hati dan menangis tapi jiwa dan hatinya tetap kokoh
dalam keyakinan bahwa jika Allah Yang Maha Pemberi menghendaki semua ini maka
tak ada seseorangpun mampu menghalangi-Nya.
Selanjutnya
Iblis menaburkan baksil di sekujur tubuh Nabi Ayub sehingga beliau menderita
sakit kulit yang menjijikkan. Famili dan tetangganya menjauhinya.
Istri-istrinya banyak yang melarikan diri. Hanya yang setia mendampinginya
yaitu Rahmah.
Para
tetangga Nabi Ayub tidak mau ketularan penyakit, sehingga mereka – terutama
kaum ibu secara terang-terangan mengusir Nabi Ayub dari perkampungan.
Mereka
pergi ke ujung desa, dekat pembuangan sampah. Namun di sana orang-orang yang
tidak terima. Mereka tetap mengusir Nabi Ayub. Maka pergilah Nabi Ayub dan
Rahmah ke sebuah tempat yang sepi dari manusia.
Waktu
tujuh tahun dalam penderitaan terus-menerus memang merupakan ujian berat bagi
Ayub dan Rahmah. Namun Nabi Ayub bisa bersabar dan tetap berdzikir menyebut
nama Allah.
Untuk
mencukupi hidup sehari-hari Rahmah terpaksa bekerja pada pabrik roti. Pagi
berangkat sorenya kembali ke rumah pengasingan. Namun lama-lama majikannya
mengetahui jika Rahmah adalah istri Nabi Ayub yang berpenyakitan. Mereka
khawatir Rahmah membawa baksil yang dapat menular melalui roti, maka Rahmah
diberhentikan dari pekerjaannya.
Rahmah
yang setia ini masih memikirkan suaminya. Ia meminta majikannya agar memberinya
hutang roti. Majikannya menolak. Majikannya hanya mau memberi roti jika Rahmah
rela memotong gelung rambutnya yang panjang, padahal gelung rambut itu sangat
disukai suaminya.
Rahmah
akhirnya setuju. Namun di rumah Nabi Ayub menyangka Rahmah telah menyeleweng
padahal tidak.
Pada
suatu hari, mungkin karena tidak tahan dalam penderitaan atau kerena apa.
Rahmah pamit meninggalkan suaminya. Ia akan bekerja untuk menghidupi suaminya.
Nabi Ayub melarangnya, namun Rahmah tetap pergi sembari berkeluh kesah.
“Kiranya kau telah terkena bujukan setan, sehingga
berkeluh kesah terhadap takdir Allah,” kata Ayub kepada istrinya.“ Awas kelak
jika aku sudah sembuh kau akan kupukul seratus kali. Mulai saat ini
tinggalkanlah aku seorang diri, aku tak membutuhkan pertolonganmu sampai Allah
menentukan takdir-Nya.
Setelah
ditinggal Rahmah, satu-satunya orang yang masih menyayangi dan merawatnya, kini
Nabi Ayub hidup seorang diri. Di dalam kamarnya ia bermunajat kepada Allah, “Ya
Allah aku telah diganggu oleh setan dengan kepayahan dan kesusahan serta
siksaan dan Engkau Tuhan yang Maha Pengaasih lagi Maha Penyayang.
Allah
menerima do’a Nabi Ayub yang telah mencapai puncak kesabaran dan keteguhan iman
dalam menghadapi cobaan. Berfirman Allah kepada Nabi Ayub : “Hantamkanlah
kakimu ke tanah. Dari situ air akan memancar dan dengan air itu kau akan sembuh
dari semua penyakitmu. Kesehatan dan kekuatanmu akan pulih kembali jika kau
pegunakan untuk minum dan mandi.”
Demikianlah,
setelah Nabi Ayub minum dan mandi air yang memancar dari bawah kakinya, maka ia
sembuh seperti sedia kala.
Sementara
itu Rahmah yang telah pergi meninggalkan Nabi Ayub lama-lama merasa kasihan dan
tidak tega membiarkan Nabi Ayub seorang diri, ia datang menjenguk, namun ia tak
mengenali suaminya lagi. Karena Nabi Ayub sudah sembuh dan keadaannya jauh
lebih baik daripada sebelumnya Lebih sehat dan lebih tampan. Nabi Ayub gembira
melihat istrinya kembali. Namun ia ingat sumpahnya yaitu ingin memukul istrinya
seratus kali. Ia haus melaksanakan sumpah itu. Kini ia bimbang, Istrinya sudah
turut menderita sewaktu bersama-sama dengannya selama tujuh tahun ini, akankah
ia memukunya seratus kali.
Dalam
kebimbangan datanglah wahyu Allah yang memberikan jalan keluar. Firman Allah :
“Hai Ayub, ambilah lidi seratus buah dan pukullah istrimu itu sekali saja,
dengan demikian tertebuslah sumpahmu.”
Ya,
dengan lidi seratus, dipukullah pelan sekali, maka sumpahnya sudah terlaksana.
Berkat kesabaran dan keteguhan imannya, Nabi Ayub dikaruniai lagi harta benda
yang melimpah ruah. Dari Rahmah ia mendapat anak bernama Basyar, di kemudian
hari ia mendapat julukan Dzulkifli artinya : “Punya sanggup.” Dzulkifli akhirnya juga menjadi Nabi dan
Rasul.
No comments:
Post a Comment